MUSI RAWAS – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan menemukan adanya kejanggalan dalam pengelolaan bunga rekening milik BLUD RSUD Muara Beliti. Temuan ini tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan Nomor : 36.B/LHP/XVIII.PLG/05/2025.

Dalam laporan tersebut, BPK menjelaskan bahwa UPT BLUD RSUD Muara Beliti memiliki dua rekening keuangan, masing-masing di Bank Sumsel Babel (BSB) dan Bank Mndr. Dari hasil pemeriksaan, bunga atau jasa giro di rekening BSB sudah otomatis dipindahkan ke rekening Kas Daerah dan tidak dikenakan pajak penghasilan.

Namun, untuk rekening di Bank Mndr Cabang Lubuklinggau dengan nomor rekening 113-00-1534258-1, belum dilakukan pemindahbukuan otomatis ke Kas Daerah. Akibatnya, bunga rekening tersebut masih dikenakan pajak penghasilan.

Sepanjang tahun 2024, RSUD Muara Beliti menerima bunga rekening di Bank Mndr sebesar Rp70.877.411,90, dengan pajak penghasilan yang dipotong sebesar Rp14.175.482,38. Pendapatan bunga tersebut diakui sebagai pendapatan lain-lain dalam laporan keuangan BLUD RSUD Muara Beliti, bukan sebagai pendapatan Kas Daerah sebagaimana mestinya.

Menurut BPK, kondisi ini tidak sesuai dengan sejumlah aturan, di antaranya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, PP Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah, serta Permendagri Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Aturan-aturan tersebut menegaskan bahwa bunga atau jasa giro yang bersumber dari dana pemerintah harus disetorkan ke Kas Daerah dan tidak dikenakan pajak penghasilan.

BPK menilai, lemahnya pengawasan dari pejabat terkait, termasuk Kepala SKPD dan Direktur BLUD, menjadi salah satu penyebab utama terjadinya ketidaktertiban ini.

Selain itu, RSUD Muara Beliti juga belum memiliki perjanjian kerja sama resmi dengan pihak Bank Mndr yang mengatur pemindahan otomatis bunga rekening ke Kas Daerah.

Kondisi ini menimbulkan risiko penyalahgunaan keuangan daerah, kurangnya transparansi pengelolaan dana BLUD, serta berkurangnya penerimaan daerah akibat pemotongan pajak yang seharusnya tidak terjadi. (Hen)