Lubuklinggau – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuklinggau resmi menghentikan perkara penganiayaan yang dilakukan oleh Redi bin Ujang Romli terhadap ayah kandungnya, Ujang Romli bin Along. Keputusan ini diambil setelah terpenuhinya syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Berdasarkan keterangan yang diterima, peristiwa ini terjadi pada Rabu, 18 Desember 2024, sekitar pukul 21.00 WIB, di Jalan Perumnas Dayang Torek, Kelurahan Ulak Lebar, Kecamatan Lubuklinggau Barat II, Kota Lubuklinggau. Insiden bermula ketika tersangka yang tengah duduk di depan rumahnya merasa tersinggung oleh perkataan ayahnya kepada adiknya, Rico.
Merasa tidak senang, tersangka masuk ke dalam rumah untuk mencari senjata tajam. Kakak perempuannya yang melihat hal tersebut berusaha mencegahnya hingga terjadi keributan. Mendengar keributan tersebut, korban masuk ke rumah dan bertanya apa yang terjadi. Tersangka kemudian langsung menyerang ayahnya dengan pukulan di bagian mata sebelah kiri dan pipi sebelah kanan sebelum akhirnya melarikan diri.
Akibat kejadian ini, korban mengalami luka robek di pelipis mata kanan, luka lecet di bawah mata kiri, serta kemerahan di wajah bagian hidung, pipi kiri, dan dagu. Berdasarkan hasil visum dari RS Ar Bunda Lubuklinggau yang dilakukan oleh dr. Noviyanti, luka-luka tersebut disebabkan oleh tindakan kekerasan fisik.
Namun, dalam perkembangan kasus ini, tersangka mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya. Korban yang merupakan ayahnya sendiri juga telah memberikan maaf kepada tersangka.
Dengan mempertimbangkan unsur kemanusiaan dan pemulihan hubungan keluarga, Kejari Lubuklinggau mengajukan penghentian penuntutan dengan mekanisme restorative justice, yang kemudian disetujui oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM).
Kepala Seksi Intelijen Kejari Lubuklinggau, Wenharnol, S.H., M.H., menegaskan bahwa penghentian perkara ini dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan bertujuan untuk mengedepankan perdamaian serta pemulihan hubungan keluarga.
“Dengan adanya keadilan restoratif, diharapkan kasus ini tidak hanya diselesaikan secara hukum, tetapi juga dapat memperbaiki hubungan antara tersangka dan korban, terutama karena mereka masih memiliki ikatan keluarga,” ujarnya.
Keputusan ini menjadi salah satu contoh penerapan keadilan restoratif di Lubuklinggau, yang menitikberatkan pada perdamaian dan penyelesaian perkara di luar jalur litigasi, khususnya dalam kasus-kasus yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (Sahlin)